Satu hal yang aku pelajari malam ini, bahwa nyatanya aku tetap melangkah sendiri, berjuang sendiri, mengobati sendiri. Hidup memang hanya tentang terkadang. Yah, terkadang mereka ada, terkadang mereka tiada. Terkadang dia bersama, terkadang dia seperti bukan siapa-siapa. Aku semakin tak percaya dengan petuah siapa saja yang mengaku akan menjadi yang selalu ada. Nyatanya dukaku, lirihku, penatku, hingga kini masih saja ku redam sendiri. Seberapa ramai pun mereka melukis pelangi, seberapa istimewa pun dia mengisi hati, pada masanya, aku tetap aku yang seorang diri. Lantas aku bertanya, kepada siapa aku mengaduh akan tusuk-tusuk duri? Bersama siapa aku berdiri menahan nyeri? Tidak pernah ada jawab. Menambah kecaman ku akan rapuhnya aku sendiri. Tapi kemudian, saat aku mulai melayu, meringkuk mencium tanah, entah desir hangat dari mana melintas sekilas. Mengisi tempurung kepala ku, memenuhi rongga dada ku, menyesakkan hembus nafasku. Aku tersengal, ada sesengguk yang tertahan, mataku ngilu, ada rintik yang tak kuasa dibendung sang kelopak. Aku luruh bersama tanah, mencium aroma pijakan asal jasadku berwujud. Sesaat tersadar, aku tidak pernah sendirian.. usang tanah ini adalah bukti. Tinggi langit menjulang luas dipucuk sana pun bersaksi. Kaki ini tak pernah menopang seorang diri. Aku punya Yang Maha Segalanya disini. Yaah.. hidupku dalam genggaman-Nya. Nafasku dalam jentik jemari-Nya. Aku tak pernah sendiri. Lengan-Nya pun tak lepas memelukku. Aku benar-benar tidak sendiri. Hanya saja, aku seringkali lupa betapa tentang-Nya jauh lebih dari sekedar berarti..
Maafkan atas kelamku, Tuhan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar