Pejamkan mata, bila ku ingin bernafas legaa.. ♬
Dalam diam fiksi hidup. Dalam hidup diksi menjelma. Menjadi sebutir pasir. Ditimbun wajah berkarat persona. Mengunci rasa bermotif rahasia. Memendam tangis, canda juga tawa. Menyatukan segalanya, dikeheningan diam dunia. Demikianlah, alur narasi tanpa bicara, dengan sebenar-benar raut hati sang pujangga yang kalap dalam dunianya..
Follow Aku yuk . . =3
Baca juga yg ini. .
-
". .Dan Angan Ku Tak Hen ti. .” “. . Bersajak Tentang Bayangmu. ." Biar aku disini mengisi sepi yang berpendar-pendar le...
-
Tuhan.. Jika saja aku masih tak cukup kuat untuk hati yang baru, pisahkanlah.. Pisahkan aku darinya, sebelum leburan hati ini menjadi semp...
-
Tuhan. . Bila hari ini adalah hari ku, Izinkan aku memberinya sedikit kenang-kenang Sekedar sebelum aku tak lagi disampingnya ...
Mengenai Saya
- Senandung di Titian Angin
- Tentang kecintaan yang sudah habis ku reguk dalam manisnya sebuah angan-angan...
Senin, 19 September 2016
Selasa, 06 September 2016
Siapa Aku dimatamu?
Adakalanya, aku benar-benar tak ingin percaya padanya.
Dia membuatku terlihat jahat. Seakan menengadahkannya dengan belati kala bersalah. Hingga kiranya ia pilih membisukan diri, mencari berlipat ganda alasan untuk membuatku tak tersakiti.
Naasnya, lagi-lagi aku tau tindaknya dari pihak diluar sana. Dia tak membohongi, tapi ia menutupi.
Dipikirnya aku siapa? Pembunuh berdarah dinginkah? Gigolo berparas perikah?
Jawablah..
Siapa aku dimatamu sesungguhnya?
Lagi lagi, tindakmu membuatku tak berarti.
Jarak.. Jarak..
Aku tak percaya pada jarak.
Lapangnya memabukkan. Jauhnya meresahkan.
Aku tak suka pada jarak. Genggam ku rapuh dibuatnya..
Aku tak kuat pada jarak. Sukarku menaruh yakin pada semua..
Aku kalah dengan jarak. Membunuhku selembut-lembutnya. Mencacahku hingga lupa dunia.
Aku punya dia sang cinta, dan ku taruh percaya padanya.
Aku punya sang jarak. Percayaku dibakar habis olehnya..
Lantas, bagaimana aku bertahan,
padamu cinta
dan
atasmu jarak?
Jumat, 02 September 2016
Begini Rasanya..
Oh.. Begini ya rasanya.
Begini rasanya menjadi yang tak punya daya. Meski ingin ku telah lebih besar dari sekedar angan. Tapi, menjadi yang tak bisa mewujudkannya adalah hal yang lebih mengesalkan dari sekedar kata gagal. Aku bahkan tak bisa mencoba. Andai dilihatnya hasrat yang tak tampak ini, andai dibacanya akal yang mati-matian trus mencari. Sayangnya, dia tak pernah bahkan untuk sejenak melirik.
Besarnya inginku memberinya hal yang lebih dari secarik kata selamat, memberinya hal yang lebih dari sekedar mainan sang muda mudi biasa. Aku ingin memberinya lebih. Menjadi sosok yang membuatnya terperangah dan tersenyum takjub atas semua yang tak disangkanya. Menjadi sosok yang membingkiskan nyanyian istimewa sebagai pelipur dihari jadinya.
Aku ingin memberinya lebih. Lebih dari siapapun yang telah memberinya. Tapi nyatanya, sekilas pun aku tak punya daya memberi..
Dan akhirnya, aku menjadi dia yang tak memberi diantara mereka yang tersenyum riang melega atas semua pemberiannya..
Sekali lagi, aku gagal dalam bukti cinta.
Benarkan?
Kamis, 01 September 2016
Seorang Dia, dan Sandiwara..
Aku baru mengerti..
Yaa, aku baru saja mengerti tentang pelipur yang pantas untuk perihnya sedih, geramnya marah, dustanya tawa. Aku baru mengerti tentang apa yang layak mengobati dan siapa yang mampu memulihkan kembali. Aku tak masalah tentang pilu, aku tak masalah tentang luka. Segala beratnya mampu ku tahan, segala sakitnya mampu ku simpan. Aku benar-benar tak masalah tentang masalah.
Tapi..
Sesak yang menggumpal, sesengguk yang berjejal, ahh.. aku tak slalu kuat membendung basah. Entah atas amarah, entah atas luka berdarah. Aku tak selalu kokoh melawan kristal menggenang dipelupuk yang kian membiru ini. Tetes-tetesnya tak pernah menyerah membuat ku hilang arah. Napas ku dibuatnya tersengal. Ah, aku selalu menjadi yang meringis melawan tangis. SANDIWARA.. senyum merekah merah itu SANDIWARAA.. Remah-remah renyah tawa itu SANDIWARAA. Pijakan sok tegar itu pun SANDIWARA. Berlari sok berani itu masih pula SANDIWARA. Berlagak mengayuh perahu seorang diri, mengelana dialur tak berarah dengan gerik sok tenang pun, masih saja SANDIWARA..
Dibaliknya, aku lah sang lemah itu, yang sok punya gairah menantang arah. Nyatanya aku tetaplah si lemah.
Yang tersungkur menangis kala sendiri.
Yang melepas airmata ditengah ramai jalanan kota..
Aku, kesana kemari mencari pelipur pereda lara. Namun masih pun belum berjumpa. Ini tentang siapa dia.
Yang matanya menangis atas piluku.
Yang hatinya meringis atas lukaku.
Yang seperti dia, jauh lebih berarti dari sekedar kata hibur sok peduli. Lebih berarti dari sekedar sorak sorai bual-bualan sok menyemangati. Aku tidak butuh segala itu. Pundakku tak butuh ditepuk untuk disabari, telinga ku tak butuh sorak semangat untuk diminta berdiri. Aku tak butuh.. Karena yang bersedih bersama ku jauh lebih menenangkan. Karena yang menangis atas lukaku jauh lebih menguatkan.. Seorang itu yang aku belum temukan,
selain lengan hangat milik Tuhan..
Sederhana..
Aroma surga itu sederhana..
Sesederhana saat kau tersenyum dan bahagia pada dirimu yang sebenarnya.
Bukan tentang dimana, bukan tentang siapa. Bahagia hanya tentang 'aku', 'diriku', dan 'hidupku'. Kau punya pilihan untuk sebuah 'pilihanku'.