Follow Aku yuk . . =3

Baca juga yg ini. .

Senandung di Titian Angin
Jika menulis akan membuatmu lebih baik, maka tulislah. Tulis dengan segala yang layak tertulis, dengan segala yang ingin kau tulis. Untuk dirimu sendiri..

Mengenai Saya

Foto saya
Tentang kecintaan yang sudah habis ku reguk dalam manisnya sebuah angan-angan...

Senin, 31 Desember 2012

Dear NS, Selasa 1 Januari 2013

06:58

Habis kata. . .

Bisu ku rampung untuk mu
Diam ku sendu bagimu

Maafkan,
Pesan-pesan yang tak terjamah
Isyarat-isyarat yang tak terjawab
Seonggok salam yang tak berbalas
Setumpuk panggil terabaikan

Beginilah aku,
Kadang lapang bersama kawan
Kadang tenggelam menikmat dikesendirian

Seperti laknat,
Aku yang tak slalu ada untuk mu
Meski menutur bukti seorang kawan
Maafkan..

Seperti kutukan,
Aku yang hilang dari matamu
Meninggalkan sejumput kekosongan sanubarimu

Kesedihan menguntitmu
Mengambil orang terkasih dihidupmu
Sekali lagi,
Aku tak ada disampingmu..

Patutkah ku disebut kawan?

Namun kau berdiri tetap bersama tegar
Menjadi terkuat yang pernah ku temui. .

*kawan ku..

###

Takut, Selasa 1 Januari 2013

00:04

Dentum..
Risau..
Kacau..
Diluar sana


Takut, aku berbaring sendiri
Sesengguk dalam diam diantara nada-nada
Seutuh melodi terlelap nyaman dengan malam
Tak merasa ada orang yang jatuh tertinggal


Aku takut...
Sendirian diantara mata-mata yang terpejam
Bergidik atas dentum-dentum legam dilangit kelam


Berbalik,
Menatap kanan, menoleh kiri
Berharap kecemasan takkan berbuah nyata


Aku takut..
Juga sakit..
Rasa ngilu yang ku redam sendiri
Bergulat menahan agar tak merintih


Sakit..
Namun kelopak-kelopak mata itu telah merapat


Dentuman lagi..
Sahut menyahut
Aku, tetap sendiri


Tuhan,
Obat...

Berikan aku obat dari Mu
Lumpuhkan takut ku dengan Asma-Mu..


Tuhan...
Obati aku...
Dari rasa ngilu ini,
Dari takut malam ini. .


###

Kalut, Senin 31 Desember 2012

19:39

Belum lama raja surya bersintup
Relung ini sudah lebih dulu tertutup


Lelah dari sudut si kaki langit
Sayu dari ubun-ubun senja yang mendusta
Gelegar lara dikompor dukaa
Hantam emosi dijahit sengsara


Setan mana yang merasuk masuk?
Hingga bara-bara saja tersisa
Sayup-sayup air dilahap api
Kerumun putih disantap pekat


Kadang tangis,
Kadang murka,

Bersimpuh khusyu pun tiada arti
Nampak, jerat iblis kian menggoda
Membanting layar ke arah neraka


Obat. .
Obat. .


Dimana itu?
Pelosok angkasa kah Kau sisip?
Lubang hitam kah Kah selip?


Gersang,
Topeng-topeng dusta nan bergelantung
Manakala jiwa enggan di bawa omong


Tuhan,
Obat. . Obat. .


Dimana Kau samarkan itu?
Hingga amuk ini kian menangis
Menjadi kalut yang semakin kronis


*dihatimu. . .

###

Minggu, 30 Desember 2012

Cemas, Senin 31 Desember 2012

07:10

Pagi baru,
Harusnya sunyi tak mencumbu
Harusnya getir tak merayu
Harusnya inilah pagi baru


Peluh di hati menetes
Rimbun gelagat diam merembes
Tumpuk-tumpuk mimpi yang, mungkinkah akan kelabu?
Carut-marut hari kemudian yang, 

mungkinkah menjadikan aku jadi?

Tak lama kurun waktunya
Puncak tinggi itu kian mendekat
Bekal apa yang sudah siap?


Pagi baru ku terpekur
Gerangan harus memulainya darimana?
Tak cukuplah hanya semangat mendidih
Tak cukuplah hanya angan-angan yang pecah dibuih liur
Harus ada bekal,
Harus ada keyakinan,
Harus ada persiapan


Tapi, gerangan darimanakah harus memulai?
Kalut bercampur darah cemas

Terbayang,
Puncak tak mampu ku langlang
Mimpi tak kunjung kesampaian


Takut. .
Tuhan, kalut ku, takut ku. .
Gerangan inikah yang berasas rintangan?


Tuhan. .
Peluk, dan obati cemas ku
Atas hari dikemudian. .


*menuju gerbang ujian

###

Hujan, Minggu 30 Desember 2012

20:04

Malam yang dingin. . .
Relung kaku mendesis lunglai
Terdiam bahkan dikeheningan hilang


Malam yang sunyi. . .
Berbisik dalam lantun dan melodi
Menghimpit daur urung membaur
Kelabu yang kabur hingga terkubur


Hati terbirit. .
Jiwa terjepit. .
Sepi menyempit. .

Terhimpit,
dibawah hujan malam yang menjerit. .


###

Senin, 18 Juni 2012

Cerpen: Pelangi Tanpa Hujan (#Part 1)

 

*Masihkah ada padamu
Sedikit bayang diriku…

Belum. Masih belum ku lepas secarik foto yang sudah mulai usang dalam genggam ku. Di baliknya sebaris ejaan menyayat sesal tertulis bebas dengan gurat tinta merah yang bisa ku pastikan telah di tulis sejak dua tahun silam. Iya, dua tahun silam saat foto itu di cetak olehnya dan aku menjadi saksi dia menulis sesuatu di balik foto yang didalamnya berpose sepasang remaja saling merangkul penuh riang. Aku dan dia.

***

Hari-hari sebelum itu, detik-detik sebelum itu, aku hanyalah seorang aku. Dan dia hanyalah seorang dia. Aku, dia dan kehidupan berjalan selayaknya hal yang biasa. Hingga masa berkisar mendekati hari itu. Saat waktu mulai mengguratkan takdir aku dan dia selayak karib tempat menumpah rasa dan asa. Semakin hari, rasanya dunia semakin indah sampai akhirnya aku merasa kedekatan itu mulai membangunkan rasa ingin selalu bersama. Tanpa berani meyakini ada sesuatu yang mulai berbeda di antara kami. Sesuatu yang lambat laun berhasil menggoda ku untuk mengajaknya bersenang-senang menghabiskan waktu seharian penuh, dua tahun silam yang lalu.
            Hari itu adalah hari dimana aku bahagia berjalan di sampingnya. Hari dimana dunia penuh dengan canda tawa berdua. Dan hari dimana selembar foto yang saat ini ada dalam genggaman ku berhasil di cetak dan menjadi bukti hari itu kami sungguh bersenang-senang.
Dia meminta ku ikut serta mencetak foto itu sebelum mengantarnya pulang ke rumah. Sekilas, aku memperhatikan dia yang menulis sesuatu dengan pulpen merah di baliknya. Dengan sedikit rasa penasaran, aku berusaha mengintip apa yang tengah di tulisnya. Sayang, dia terlalu sigap menyelipkan foto tersebut di balik kantong jaket dan meraih lengan ku untuk diseret pulang.
            “Eza! Fotonya buat aku aja yah? Yuk pulang!” masih ku ingat binar mata dan senyum hangat wajahnya yang menghentikan sesaat semua kinerja tubuh ku dan mampu mengenyampingkan rasa penasaran ku tadi. Saat itulah aku  berani meyakini dan menyimpulkan satu hal bahwa aku dan dia, telah jatuh cinta.

            Akankah suatu saat
            Kau berubah pikiran
Dan kembali...

Malam usai berlalu. Meninggalkan kenang-kenang indah satu hari bersamanya kemaren. Pagi di SMA Wijaya pun merisaukan ku dengan debar-debar menanti kedatangannya. Harap-harap cemas aku menatap pintu kelas. Menunggu dengan perkiraan dia akan menyapa ku dengan kedekatan yang semakin indah. Aku ingin satu kelas menyadari aku dan dia yang semakin merekat, terlebih setelah kebersamaan kemaren yang ku rasa di luar batas sekedar teman.
“ciye, kemana elo semalem Za? Gue liat elo jalan sama Febby!” tidak terkelak lagi, suara lantang Dion menarik seluruh mata penghuni kelas di sambung dengan gemuruh riuh teman-teman menggoda ku. Entah kikuk, malu atau mungkin senang aku di permainkan keadaan. Yang jelas, aku hanya tersenyum simpul dan berusaha menjelaskan santai.
“biasa aja, Febby kan teman ku” seiring aku angkat bicara, seseorang memasuki kelas. Itu Febby yang melenggang menuju tempat duduknya, tanpa sekilas pun menatap ku. Usai menaruh tas, pun dia melarikan diri pada segerombol teman-temannya. Seperti tak ada keinginan mencari ku, setidaknya untuk memastikan kursi ku tidak kosong hari ini. Ku perhatikan wajahnya yang tampak biasa. Seperti tak pernah ada sesuatu yang terjadi. Selayaknya kebersamaan kemaren tidak seberarti yang ku bayangkan baginya. Apa aku salah? Salah menafsirkan hatinya? Salah mengartikan sikapnya? Salah jatuh hati padanya?
Sebelum lautan cinta ku selami semakin dalam, bukankah sebaiknya aku mundur dan kembali ke daratan? Tidak. Aku terlanjur jatuh hati padanya. Dan aku masih ingin mempertahankannya.
“Ada apa dengan dia?” begitu selalu tergumam sebelum ku lelap meninggalkan malam. Sosok gadis manis yang kemaren berhasil mencuri hati ku kini menjadi seorang yang biasa. Tidak lagi ku temukan sesuatu yang berarti di wajahnya. Kedekatan yang ku harapkan, tandas tanpa ku pahami apa yang terjadi. Tak lagi seperti dulu, dia hanya menyapa ku sesekali. Dan bagi ku sikapnya teramat hambar di depan ku. Jauh berbeda dengan keceriaannya saat bercengkrama bersama teman-temannya. Aku mengharapkan dia seperti dulu, ketika dia tak pernah ragu mendekati ku, membahas hal yang bahkan tidak begitu berarti. Aku mengharapkan semua itu, tanpa berani melakukan hal yang sama padanya.
Pengecutkah aku? Ya! Akulah lelaki pengecut. Aku takut untuk sekedar berkata “hai” padanya. Aku takut mengungkit tentang kedekatan pada hari itu dengannya. Aku takut berbicara padanya. Dan yang paling menyakitkan adalah saat aku menyadari bahwa aku takut untuk memulai. Meskipun pernah aku benar-benar yakin dia bisa mengartikan tatapan ku yang mencintainya. Dan aku pernah yakin mengartikan tatapannya yang juga mencintai ku. Seperti aku dan dia yang saling mengetahui isi hati satu sama lain, tapi tak ada yang berani memulai untuk menyatukannya.
Satu tahun berlalu, aku masih dengan cinta yang kadang yakin dan kadang ragu. Aku yakin dengan cinta ketika aku kembali bersitatap dengannya. Saat keadaan yang membuat kami berdua harus berbicara, aku menemukan kembali binar mata yang ku rindukan. Kedekatan yang dulu ku rasakan. Dan cinta yang dalam sesaat bergemuruh tanpa ragu. Namun dalam sekejap gemuruh itu usai saat kembali lagi jarak terbentang diantara aku dan dia.
Aku ragu saat aku tak lagi berbicara padanya. Aku semakin takut mendekatinya sejak sikapnya berubah. Aku takut menyimpulkan sendiri perasaannya. Terlebih melihat keakrabannya dengan teman-teman di kelas, tidak hanya perempuan  tapi juga laki-laki. Dia bisa sangat dekat dengan mereka, tapi anehnya dia tak lagi bisa sedekat itu dengan ku. Tidak setelah satu hari dimana kami jalan berdua. Aku takut jika pada nyatanya hanya aku yang menikmati cinta ini. Tidak dengan dia yang hanya melihat ku sepantar dengan teman-teman dekatnya. Mungkinkah? Jika memang mungkin, maka akulah yang terlalu melebih-lebihkan tentang dia.

Masihkah ada padamu
Sedikit cinta untukku
Akankah suatu saat
Kau kembali, kepadaku…

Inikah cinta? Sepertinya ini bukan cinta yang benar. Tibalah saat aku tak lagi betah mempertahankan cinta yang di tarik-ulur oleh alam. Jika memang dia mencintai ku, harusnya dia tidak akan membiarkan hati ku menjadi lebam biru. Menahan gusar cemburu saat  dia semakin dekat dengan teman-teman ku yang lain. Aku memang belum dewasa. Karena itu ku putuskan untuk berhenti menyimpan segalanya tentang dia. Berat memang, tapi begitu lebih baik daripada aku harus tersiksa dengan perasaan ku sendiri. Apalagi melihatnya mampu tertawa lepas bersama orang lain. Itu benar-benar membuat ku iri. Seolah dia tak lagi peduli aku yang sekuat tenaga membenahi rasa rindu ingin berada di sampingnya. Memang harusnya aku sudah menghapus rasa cinta ini sejak dulu. Bukankah sudah jelas, cinta terpendam ini takkan berbuah apa-apa.
Lambat laun, aku mulai mampu menutup mata untuk tidak memperhatikannya dan menarik diri menghindarinya. Hingga akhirnya aku merasa sudah terbentang jarak sangat jauh antara hati ku dengan hatinya meski pada kenyataan aku dan dia masih dalam lingkup satu kelas. Aku puas dengan usaha ku membungkam hati. Walau secuil cinta masih urung melenyapkan dirinya dalam mimpi yang mengusik ku di setiap malam. Aku berhasil. Berhasil membohongi dia dan diri ku.

***
 (Next to #Part 2>>)

Kamis, 14 Juni 2012

Puisi: Dunia Diam Karena Ku. .

Dibalik jeruji mencari ikhtisar
Menyamai langkah yang urung samar-samar
Pelan. .
Mulai ngilu dan memar
Pelan. .
Mulai hilang dan memudar
Indahnya dendang kalap nestapa
Saat dunia diam dan terluka
Saat dunia, ku genggam tanpa prakata. .

###

Sabtu, 28 April 2012

Syair: Manisnya Duhai Teman Kecil...

Kecil mungil tak berbibir. .
Seperti kosong sepenuhnya tak bermuka. .
Yang terlihat hanya secercah cahya. .
Kadang diam kadang berkerlip
Tergantung ditiap sudut malam

Ughh. . .
Manisnya duhai kau yang berkedip . .
Tak ku sampai ingin menjamahmu . .
Menyentuh dan menangkap wujud elok milik mu
Andai bisa ku rangkul kau
Ku akan raih lengan mu dan ku ajak menari bersama ku

Pesona mu bak dinginkan siang dari terik rajanya
Satu senyummu seperti tawa seribu hujan
Indahmu gambarkan girang riak air diwajah danau
Setiap satu kerlip mu lahirkan senyum bagi yang meliriknya . .

Cerah tampilanmu buat langit lembut tertata . .
Meski tidak kau lebih terang dari rembulan
Setidaknya kau sama manis dengan awan . .
Tiada ku bosan perhatikanmu
Meski gelap berlari semakin larut
Aku takkan lepas tatapan khayal ini
Hingga angan ku sendiri yang kan tutup bayang kerlipmu . .

Duhai teman kecil. .
Bersintup mu ditepian awan buat merona hati ini
Malu-malu kadang menyergap ketika awan keluarkan kau dari selanya
Dari sana tampak kerlipanmu sempurnakan manis pelangi mlm

Duhai Serpihan kecil . .
Tetaplah dengan kerlipmu ramaikan malam
Gembirakan insan yang menatap langit dengan seribu harapan
Rasuki tiap-tiap hati yang merapuh atas luka yang menyerang. .
Padamkan gejolak dendam yang merajut tutupi hati mereka ..
Tebar syahdumu bagikan pesonamu. .
Bisikkan pada mereka berjuta ceria dalam setiap warna mu

Duhai kau yang berayun diam . .
Tetaplah menjadi yang di nanti kala senja pulang
Jangan kau bosan bersenandung dalam diam mlam
Temani jiwa-jiwa yang sepi di bawah temaram bulan . .
Biarkan hadirmu isi kekosongan malam . .
Meski kecil mu tak bisa terangkan sluruh alam . .
Namun setidaknya kau isi disetiap tikungan langit mlam .

Duhai yang berkerlip . .
Aku duduk disini bernyanyi untuk kau di langit sana
Tak ku heran mata ini enggan menutup sebagai isyarat tidur
Kau terlalu manis u/ ku tinggal mnuju mimpi
Tiada daya saat rindu atasmu tak sembuh jua
Meski telah menatapmu hingga malam membuta . .

###

Selasa, 06 Maret 2012

Rasanya Kita Semakin Jauh, Teman..

Dear Octha...

       Aku tidak pernah tau apa yang membuat ku begini. Aku hanya merasa aku masih belum bisa menjadi seorang yang berharga untuk mu . Benarkah begitu?

   Aku merasa semakin hari kita semakin jauh. Dan aku, semakin banyak tak tau tentang mu. .

        Apa aku tidak bisa menjadi seperti mu? Menjadi seorang yang sangat berharga di mata ku. 
Aku ingin bisa menjadi berharga pula di mata mu seperti aku melihat mu. 
Aku selalu berharap kau bisa percaya pada ku, Octha. . .

*Inilah mengapa aku membenci suatu jarak yang membentang diantara dua sahabat... 

###

Puisi: Kau Buat Ku Jatuh Cinta


Tadi malam ku tengok langit
Membentang luas bak permadani biru
Satu duanya terlihat kerlip bintang menggoda
Coba menculik angan kosong ku tuk menari brsama


Hahh . .
Mulai terpesona ku di bawanya
Ramah kerlipnya kenalkan aku pada langit
Dia Tarik tangan ku ajak berjabat dengan awan
Tiada kata terlontar hanya diam bertahta
Terpana mata dengan lembut yang menyelusup
Tergiur hati menghanyut dalam wewangian pekat


Hahh. .
Serasa memeluk malam
Tiada lelah jantung berlari gugup
Merasakan sejuk dalam telaga es
Meski berkali ku tepis rayuan bulan
Tiadalah bisa kembali pulang tinggalkan keindahan
Satu persatu mreka muncul tebarkan pesona
Benar-benar nyata ingin buat ku jatuh hati
Tiadalah bisa aku berpaling
Sedang didepan terpampang keromantisan . .


Hahh . .
Sungguh buat ku diam tak terarah
Sulit berpaling dan menepis rasa yang mulai tumbuh
Meski rasanya aku ingin pulang tuk tidur
Tapi hati terlalu banyak dibuat terpikat dan luluh
Tak ada yang ku bisa selain lihat dan dengarkan rayuan mreka
Karena manisnya buat ku semakin menggilai smua


Hahh. .
Tak tahan aku tutupi angan ini dari terpikat ku pada langit
Tak sanggup aku berbohong dari terpesona ku pada awan
Tak mampu aku berpaling dari luluhnya hati pada gemintang
Dan Tak bisa aku bersembunyi dari kekaguman ku pada rembulan
Semua berhasil menyatu dalam satu wajah malam . .


Hahh . .
Malam . .
Kini kau berhasil curi hati ku
Rasuki ruang yang sekiranya nyaman bagimu
Taburkan bibit cinta di tanahnya
Hingga akhirnya tak dapat aku mendusta
Dari rasa yang kau tanam
Kini tak lagi kelu lisan ku berkata bahwa . .


Kau Buat Ku Jatuh Cinta . . .

###

Syair: Menyayat Kesedihan

Adinda kecil yang ku mainkan
Nyanyian alam yang ku pertahankan

Aku bersumpah, sekali lagi membaca kesedihan
Mengintip menguntit di balik jubahmu
Seperti meyungsup, mencabik hingga pedalam mu

Rasanya ingin lagi menawar susu
Menjadi tabib semalam saja atas risau mu

Aku bersumpah, sekali lagi nanar menjadi saksi
Kau mengguyur senja dengan limpah duka
Menyisihkan bahagia di tepi ukir sang raja
Kau sedih dan kita teruka

Bukankah nyanyian kita telah lalu?

Sebatas alibi alam kita menyapa
Menjadi tampak sepasang yang dilanda cinta

Bukankah satin kisah kita usai menjadi abu?

Selayak utuh hati yang nyatanya terbelah kembali
Menjadi pipih dan menjulang pancar kehampaan

Bukankah kita sudah berlalu?

Mengapa kau dan aku masih saja bertemu
Bersua jengah di balik tabir lemah
Gontai kau melambai, pun aku tak kuat melupakan

Berapa lama lagi harus ku merangkul diam?

Hingga tiba jelalat hati ini mampu merelakan
Rela dipisahkan..

Berapa lama lagi ku mereguk asam?

Hingga jerat kenang-kenangmu memberi bebas angan ini
Mencairkan kembali layaknya kelembutan jiwa
Memberi celah dari beku hati ku atas rasa

Berapa lama aku harus menunggu?

Hingga masa mu lenyap pergi dari kenyataan
Dan aku, semakin menutup hati atas kehilangan

###

Rabu, 29 Februari 2012

My Sweet Seventeen.. (25 Feb '12) Part 2

Part 2 >>

Ada kartu ucapan yang tersemat disana. Siapa lagi, kalau bukan dari Octha. Aku membawa hadiah mu ke dalam kamar, tempat hening sesuai permintaan mu. :)
Perlahan ku buka dan ternyata di dalamnya tersusun beberapa buah kado dengan bungkusan yang berbeda-beda.
AMAZING!
Kata itu lah yang sedikit bisa menggambarkan betapa kejutan ini sangat-sangat luar biasa. Satu-satu ku buka bungkusannya dan dengan hati-hati ku baca tiap carik kertas yang benar-benar berhasil membuat air mata ku jatuh dengan tenangnya.
Hebat! Darimana kau bisa punya ide seindah ini? Kau luar biasa Octha!
Aku mendapatkan headset dari Taecyon, aku mendapatkan earphone dari Eza G., aku mendapatkan  novel dengan cover piano klasik dari Hiroki Uchi, aku mendapatkan jaket putih dari Kim Hyun Joong dan yang terakhir, aku mendapatkan batu special  milik orang yang special serta inspirasi hingga motivasi yang kamu tata rapi berbentuk data. Mereka semua adalah orang-orang yang berhasil kamu buat seolah-olah benar kenyataannya.
Kamu harus percaya Octha, ini terlalu manis untuk sekedar sweetseventeen. Kau adalah hadiah terindah hingga saat ini aku mengarungi kehidupan. Seperti yang ku bilang, malaikat tak bersayap itu memang benar-benar ada. Dan aku punya salah satunya, yaitu kamu, Octhavia.
Semua yang kamu berikan begitu berharga. Aku benar-benar bahagia bisa mengenalmu. :)
Kamu harus tau Octha, keinginan mu untuk menjadi pengucap terakhir telah terwujud. Bahkan kamu tidak hanya menjadi yang terakhir, tapi juga menjadi yang orang yang benar-benar pertama. Kenapa? Karena nyatanya aku baru saja di lahirkan saat senja hampir pergi dari peraduannya . :) :) :)
Dengan semua kejutan ini, aku ingin membalas mu, Octha. Semoga aku bisa memberikan yang terbaik seperti yang kamu berikan pada ku. Aku akan menyusun semua rencana mulai hari ini. :) Aku berharap ini tidak akan sia-sia. Aamiinn. . . :)

Thank you so much, Octha .
Thanks For All . .  :) :) :)

###

*Di tulis pada tanggal 26 Februari 2012 . . 

My Sweet Seventeen.. (25 Feb '12) Part 1

Dear Octhavia D. H.
                Kini aku sudah berusia 17 tahun. Harusnya aku sudah dengan sikap dewasa ku. Menjadi lebih baik dari usia sebelum ini. Dan aku, selalu berharap bisa menjadi seperti itu.
                “happy b’day Zah!” seharian penuh bertebar jabat tangan hingga ucap selamat dari teman-teman ku. Beberapa di antaranya berlomba untuk menjadi pengucap pertama tepat pada jam 00:00. Meskipun pada nyatanya aku belum di lahirkan pada jam tersebut. Mendengar desas-desus mereka, membuat seharian penuh ku berjejal hingga berirama keceriaan.

Tapi, “dimana kamu?” sekali lagi hati ku mencari mu, Octha. Tidak, bukan, aku sama sekali tidak mengaharapkan ucapan. Aku bukan menginginkan sebuah hadiah. Aku hanya ingin kamu ada disamping ku. Tepat saat usia ku sampai di perbatasan menjadi seorang yang bukan anak kecil lagi. Apa aku sedih? Mungkin, sedikit. Kenapa sedikit? Karena aku tau beberapa hari terakhir ini begitu banyak kesibukan yang membuat kita jarang bertemu. Bahkan sekedar untuk melihatmu melintas.
Sedikit banyaknya, aku mengerti. Banyak hal yang harus kamu kerjakan. Aku tidak sedikit pun ingin memaksamu tau ini adalah hari yang mungkin special untukku. Bagaimana pun, aku tetap tenang. Karena, aku percaya kamu. :)
Selang waktu berganti, senja pun sudah hampir pulang ke peraduan. Mungkin sekitar jam tujuh kurang, aku mendapat pesan dari mu.

“Zah! Keluar rumah! Sekarang! Temukan aku!”
Andai kamu tau, jantung ku bukan main melompat-lompat kaget. Ada apa ini? Aku bingung sendiri. Segera ku membuka pintu dan berdiri di depan pagar rumah. Kepala ku celingukkan mencari mu. Apa kamu datang ke sini? Tapi, dimana kamu? Aku bertanya-tanya dalam hati. Memperhatikan beberapa saat, tak ada siapa pun ku temukan di luar sana. Aku mengambil ponsel dan menghubungimu, Octha.
“temukan aku Zah. Temukan sesuatu” dengan singkatnya kamu berkata dan memutuskan telpon ku.
Sekali lagi aku celingukkan mencari sesuatu hingga akhirnya benar saja, di bawah naungan daun-daun pohon mangga ku lihat ada bungkusan plastic hitam. Besar sekali. Ku perhatikan isinya, ada kado. Entah, bagaimana kamu menaruh dengan aman di depan rumah ku. Dengan masih takjub dan bingung ku angkat plastic itu ke dalam rumah. 

>>Next to Part 2...

Senin, 13 Februari 2012

Death...

"ahh . ."

Mataku tampak jelas merah dan bengkak di pantulan danau tenang. Ini malam ke sekian air mata ku tak henti menengok wajah malam yang menyedihkan. Batin ku meronta masih tak percaya menghadapi jasad yang terkapar mati itu. Dada ku pun hingga kini masih disesaki isakan-isakan tak tertahan. Bahkan saat gemintang menari dan rembulan bersenandung, aku tak dapat lihat dan dengar mereka memanggil ku.

"aghh .. "

Memandangnya berselimut kain putih, jiwa ku serasa mati disampingnya. Angan ku berputar-putar teringat genggam masa lalu yang indah tak terkata. Saat itu aku dan dia masih menari dan bersenandung bersama di tepian awan.

Rasanya baru kemarin senja kami kumandangkan lagu cinta. Dan rasanya baru tadi malam kami syairkan puisi rindu. Tapi yang ku tau itu hanya sebatas rasa. Karena kemarin pula, tepat saat aku diam habiskan waktu memandang bayang rembulan di danau, nyawa berpisah jauh dari jasad Merpati ku diujung langit sana. Tak ku sangka tenggelamnya bayang rembulan di bibir danau adalah sebuah pertanda. Yah, pertanda pupusnya Merpati Kasih pemilik sayap ku.

Sebelum ku tau itu, sang gagak hitam datang hampiri aku. Tampak bening air disudut matanya. Terpancar gambarkan pilu tak terungkapkan. Ku usap sayapnya dan ku rasakan getaran duka menceritakan apa yang terjadi. Detak Jantung ku terhenti seketika jelaskan sakit yang benar-benar mencengkram. Aku dan hati ku menjerit sejadi-jadinya. Tak terbendung airmata yang mengucur. Hingga akhirnya aku ambruk di atas kasar tanah hitam milik malam.

Lama aku tertidur luka, hingga bayang Merpati Kasih bangunkan aku. Dia hadir beri ku sayap baru. Namun sayang, bayangnya semakin lama semakin melenyap tertelan cahaya putih yang sungguh menyakitkan mata. Hingga tiba saat aku terpejam tak sanggup lawan terangnya cahaya itu, Merpati pergi dan tinggalkan satu hal yang ku dengar, ia berkata

"Tenanglah. . Aku adalah SAYAP yang akan Melekat di Punggung Khayalmu. . Aku Ada Bersama mu. . Karena aku MERPATI KASIH mu. ." 

###

Minggu, 12 Februari 2012

Syair: Takkan Ada Aku Lagi

Tak ada kata indah yang kan ku ucap .
Ini hanya sepintas salam perpisahan
Sebelum kau lelap dalam tidurmu

Tenanglah, aku tidak akan lama berdiri disisimu
Setelah ku Kembalikan sayapmu, 
Aku akan terbang ke suatu sudut
yYng takkan pernah kau temui lagi.

Tenanglah, takkan ada airmata lagi setelah ini
Mungkin akan terkuras habis malam ini
Saat ku senandungkan rintihan
Dengan paras yang sesungguh-sungguhnya

Ku harap malam ini kau menangis sakit memeluk sayap
Karena tak lama setelah itu, lelah akan merenggutmu .
Hingga Akhirnya kau tertidur dan bangun tanpa aku

Ini Bukan melodi. .
Ini adalah senandung dalam arti ku
Tidak lukiskan bahagia.
Tidak sedikit pun.

Ini bukan bagian dari sandiwara layaknya kemarin kita berduka
Ini nyata . Bukan karangan .
Akan ku temui kau nanti malam

Ku tumpahkan kepasrahan atas yang terjadi
Tak ada yang perlu kau tangisi setelah ini
Karena sekali ku tengok sudut,
Akan selamanya ku bernafas disana

Tenanglah ..
Takkan ada aku lagi .
Mentari esok akan pudarkan perlahan aku dari matamu
Seiring lelahnya kau menangis . .

Tenanglah. .
Nikmati saja lelap mu malam ini
Karena malam ini langit tanpa aku

Simpan sayapmu. .
Rawatlah dia
Hingga kau temukan malaikat yang berkelana mencari sayap 
Seperti yang kau punya dan sempat kau pinjamkan pada ku

Simpanlah . .
Sayapmu terlalu lembut untuk ku gunakan terbang
Biarlah aku melayang dengan hembusan nafas berdarah ini. .

Untukmu . .
Selamat Tidur .

###

Sabtu, 11 Februari 2012

Tetap Pada Satu Titik


Aku tak tau harus memulai dari mana
Setahu ku, setiap awal benih ku pasti kan dicuri
Hingga jadinya aku harus temukan benih baru
Disini akan ku mulai dengan satu titik


.

Tidak tampak jelas
Tampak kosong namun ada

ku lanjutkan dengan dua titik

..

Samar dan sulit dipercaya keberadaannya
Namun dia nyata


Ku akhiri dengan 3 titik


...

Hampir semua menyatakan dia ada


Jika sesungguhnya titik itu adalah aku
Maka, Aku akan memilih tetap satu titik
kenapa?

Satu titik akan tampak bebas

Jika aku kesepian
Aku hanya perlu menambah satu titik
Dan menambahnya lagi satu titik
Meski smuanya ada tiga titik,
Namun itu tetap karena satu titik

Jika aku ingin sendirian
Cukuplah ku beri banyak spasi agar tampak terpisah dari titik lain

###