Follow Aku yuk . . =3

Baca juga yg ini. .

Senandung di Titian Angin
Jika menulis akan membuatmu lebih baik, maka tulislah. Tulis dengan segala yang layak tertulis, dengan segala yang ingin kau tulis. Untuk dirimu sendiri..

Mengenai Saya

Foto saya
Tentang kecintaan yang sudah habis ku reguk dalam manisnya sebuah angan-angan...

Sabtu, 29 Oktober 2011

Puisi : Indahnya Menjadi 1 Diantara...

Indahnya menjadi 1 diantara seribu 1 gemintang
Yang bertahta menjala di bawah malam
Yang berarak perindah pekat di rajut pualam
Landai hati pun menukir puas melihatmu
Keruh jiwa pun melonta pamit tanpa perwira yg bisu

Indahnya menjadi 1 diantara satu-satunya rembulan
Yang berdendang dlm diamnya tari
Yang bersajak dg penanya gelap
Dia menitip kehangatan
Meski tak terjangkau pun tetap saja terasa

Indahnya menjadi 1 diantara seratus 1 kunang-kunang
Yang merangkul bahu saling berenang
Berjenjer rekat di dada malam
Yang perindah kekosongan
Yang lukisi kehampaan
Melanglang asa sang sepi

Meraih genggam sang Pelita
Seiring dansa pemecah kalut
Sang ratu berdesis mengirim surat
Isinya segalut kata berdarah romansa
Maknanya pinta Rama tuk persunting Sintanya. .

Indahnya menjadi 1 di antara. .

###

Puisi : Sang Penggores Luka

Satu lagi yang tertanam dalam relung hatinya
Sekerlip asa yang ku harap namun entah
Ku bayang tapi tak kunjung datang
Ku tanya tak jua ada jawaban

Sedarilah jika semua sebatas andai
Dan semua sebatas khayal
Mungkin juga sebatas bayang
Dan semua sebatas angan

Aku yang terpaku ini memang tak sempurna
Aku yang terjejal ini jelas tak berharga
Tak pernah ada baik ku
Yang tidaknya mengisi kekosongan ratapmu
Dalam kisah yang kau rangkai
Dalam cerita yang kau gerai

Kenangan menghampar di atas sana
Indah menebar pesona cahaya
Airmata menghias sekitarnya
Canda tawa mengisi segalanya

Adakah kau ingat semua?
Adakah kau kenang semua?
Jelas sudah duhai jelas..
Ku berharap pada hal yang palsu
Ku bermimpi pada bayang nan semu

Inikah rasa yang terbilang mereka?
Tentang kecewa..
Tentang terluka..

Tentang satu hal
Kau ada..
Aku tertawa
Kau tiada..
Aku terluka

Ku titip pada si wajah senja
Selampir surat dirangkum salam dari rindu yang tiada terkira

Ku selip seuntai kalimat penyejuk duka
Ku terbang layangkan hanya untuk dirinya

Sang Penggores Luka


###

Masa yang sudah lama berlalu..

Syair : Padamu, Duka

Tranala.. Tranala..
Daku berdendang malang
Menirus-nirus kelebatan geram
Mencaci curai di kegempitaan semai
Mengutuki seribu satu punya andai-andai

Bisik-bisik ramai sunyi
Menggoda mendayu merayu
Menelaah seribu dua dunia
Menerusi  terbit hilir sang durjana

Tranala.. Tranala..
Bernyanyi dalam bisu
Mendengar dengan tuli
Menatap penuh buta

Kesana kemari daku mencari
Mengupasi berjuta kisah kecil berdua
Yang disana kau berdecak kesal, Duka
Kala daku bercucur air mata hina

Tranala.. Tranala..
Begitu sendu melejitkan cinta
Membubuhi rindu ku padamu, Duka
Lihat pelangi  bertumpu menunggu
Terlebih aku menari menanti

Padamu, cepat kembali, Duka
Yang mencintaimu berdendang rapuh
Mengikis hari  bersama sepi

Daku mengutuki mimpi
Tentang harap-harap cinta dalam hati

Padamu, cepat kembali, Duka
Aku tak mampu bertahan lama

Entah ku takut kehilanganmu..
Entah ku takut mata ku layu..


###

Syair : Nisan Kakanda Ku Sayang

Ini inilah si tudung hati datang
Bertandang dengan relung melampang
Adik berbekal rindu tiada kepalang
Untuk sungguh untuk kakanda ku sayang..

Kala ini hati berjemur malang
Adik bercebur di pasir-pasir tiang
Menanti si sayap-sayap itu datang
Untuk sungguh untuk menjenguk kakanda ku sayang..

Lembunya sudah marut dihalang
Oleh-oleh cinta adik ini kian menjulang
Tak luput hajatnya dikau dikala kemarin siang
Sudah adik bawakan satu titipan kakanda ku sayang..

Hari ini adik datang penuh girang
Menggiring hati usai sembahyang
Mengicip-icip sedikit makan siang
Lalu kemari menghampiri kakanda ku sayang..

Sudah sampai adik di bukit yang menjulang
Tempat rengkuh kakanda yang jasadnya telah hilang
Di genggam sudah adik bawa segulung kain buah tangan
Isinya nisan titipan kakandaku sayang..


###

Jumat, 28 Oktober 2011

Syair : Menulis Gerimis

Gerimis..
Berkisah diantara 3 perkara melodi. 
Diselonjorannya miliki rangka tak berhati. 
Dia menata lempungan tirai yg tak bertepi. 

Gerimis. .
U/ kali keseribu satu dongengan dusta. Mempelaikan dari seikat durjana. Menelusur dicelah entah mungkin buana. Hingga menghampir di pelataran semesta.
 
Gerimis. .
Riwayat hati bersajak melolongkan luka. Mengisi segerumputan tintanya yg bertahta. Lantaran berisik, hati pun terbuai sisik.
 
Gerimis. .
Itu tadi sehelai sutra-sutraan malam. Yang ditemu dg sederet tulisan. Ku baca, ku rasa. Yang ada hampa.

Tidak ada makna u/ dibuka.
Hanya serangkai atau bahkan setumpah kata2. 
Yang tak sengaja mengatasnamakan Gerimis sebagai kunci senandungnya. .
 
Gerimis. .
Ini tertulis karna,

Aku tidak mengerti kamu. .

###

Puisi : Tercetak Miring

Dikau...
Memaknainya aku buta
Mengartikannya seribu dilema
Ibarat sayap tak berpasang
Ibarat kasih tanpa sayang

Pergi...
Masa tiba dipermula hari
Aku mendekat mengambil arti
Dikau menjauh membuang makna
Ibarat lumpuh tak berkaki
Ibarat cinta tak berhati

Jauh...
Di sisi ruam aku mengeja
Meniti satu-satu paras kata
Kemarennya usai jauh dikau pulang
Usai pulang dikau menghilang

Selamanya...
Secukup milik pujangga
Arti pelita milik gempita
Sudahlah usai tunggu-menunggu
Karena tak jua dikau terayu
Ku artikan ini akhir
Karena cukup semuanya berakhir

Tidak lagi esok ada tanya
Karena sudah dikau pergi jauh selamanya...

Selamanya..


###

Puisi : Si Tuan Pirang

Mengelana di teluk kerinduan
Mencari sisa dari sanggah cinta pupusan alam
Sayang di persimpang luring suratan
Aku menikung di titian jurang kegelapan
Disana aku merangkak, bermaksud menebus rintih penataran

Seribu dilema usai berlalu
Ku rebah lemaskan sisa batu di pundak kelu
Di bawah sandar sepenggal batang mati
Aku menenggak sepertiga dahaga hati
Belum puas, ku icip sekaut buah hambar sebagai pengganti

Senyap alam tak duga Tuan Pirang tiba
Dia menggenggam tuntun ku ke lembah mata
Sepanjang daur nan suram dan maya
Ia masih terus dan tak henti berkata
Aku mengangguk seperti mengerti
Tapi sungguh tidak satu juga aku memahami

Di penghujung lembah usai kami tiba
Si Tuan Pirang semakin merapati ku saja
Aku diam bisu menunggu katanya
Meski dia makin mendekati ku saja

Deru panas nafasnya menderai rambutku
 Ujung kuku tirus bercat hitam menelusur lesu
Kering kakunya mengitar di tipis lembut pipiku

Dia mendekat dan makin mendekat saja

Usai mengicip kuku
Dia bisik seuntai makna pada ku
Sebelum syal bulu disematnya menghangatiku

“Aku bahkan tidak mencintaimu…” katanya.

Seribu puncak seribu kelopak
Dunia surut di seruput petak
Jerit usang hati beradu diganti senyap
Seiring bayangan yang tadi melenyap…

Sekeruh beledru tadi terhisap
Seharu takut biru tadi menyesap

Aku bangkit pulang merebah di keramat peti mati

Bersama kosong
Dan tiada yang di mengerti …


###

Syair : Sepenggal Lagu Kaku

Ku raut sepenggal lagu kaku
Penatar hati di raut kelu
Mendadar tirus berbaju biru
Pengantar ranum pipi yang malu

Aku mendayu dayung di altar rima
Berkelah haus di peladang basah
Menyesap tiarap serumpun hama
Pelepah daging titipan resah

Sepenggal lagu sebait puisi
Ku miliki di balik jeruji
Ku tekuni di tebing berdiri
Ku kemasi di dedaun berciri

Gendang ku dendang daur hidup
Yang meregang nadi sayup-sayup
Sayang ku layang kabur rasa
Yang mendamba atas nama cinta

Aku si pemulung lusuh di emper sutra
Menopeng mata di ganggang permata
Merayu dayang berpoles busa
Menyuguh peluh bersarung harta

Aku si miskin durjana
Tertawa atas hasrat mantra
Menangis karena tiada jiwa

Aku si loak butuh daya
Menanti rombong peti dan keranda
Menunggu hingga tiba waktunya

Aku si pemulung
Aku si miskin
Aku si loak

Begitu sepenggal lagu kaku
Atas raga yang terpatri
Dengan jiwa yang telah mati


###

Puisi : Bila Masih Mungkin

Maafkan sekelumit hati ini yang menista
Merumit di puing-puing dilema buta
Merindu di balik rembulan pujangga
Merana di sesepuh masa yang mencinta

Di sini, di pelupuk teras hati ku
Yang mendayu ramu kesepian
Yang mengejang kaku kesakitan
Merindu, merana di kalut puisi cinta

Sayang senja usai berpulang
Samudera tak ku izin bertandang
Jiwa ku mulai semakin usang
Menunggu, menanti meski tak jua datang

Bila masih mungkin..
Sebutir pasir pantai ini ku tendang
Jauh hingga melonta luar
Mungkinkah kau terseret pula?
Melepas bayang membutakan dunia

Mengenyah meski sekejap di altar hati ku
Terhenyak walau sejenak lamun ku

Bila masih mungkin..
Aku menengadah langit yang bersimpang dua
Di beri sedetik pasi untuk memilih
Maka maafkanlah…

Karena kilas itu pula aku yang melangkah buta
Memilih cabang kosong alur hidup ku
Berjalan tanpa mengintip kisah lalu
Maka, maafkanlah..

Karena aku telah memilih
Melupakan diri serta bayangan mu


###

Kamis, 27 Oktober 2011

Syair : Kakanda Ku Masih Belum Tiba

Di ujung tempurung rumput aku mendayu
Menari di perbatas suka dan duka
Mencari nikmat di kelambu dunia
Memilah masa disurukan alfa

Akulah dia..
Dengan selendang ungu bersemai putih
Pertanda iba urung memipih
Pendamping haru di lamun letih

Akulah dia..
Yang terkukung di bara-baraan menara
Dipingit seribu malam bersanding petaka

Di ujung senja aku sesengguk
Menanti, menunggu dan mengharap
Barang di lambai celah di bawah
Sekedar mengesap rindu sinar searah

Lamanya sudah berdendang bisu
Karena rindu tak urung mengganggu
Aku ragu tak kau tunggu
Karena masih kau tak menjemputku

Akulah dia..
Si  Mahkota yang masih terselip
Si dara yang masih terpingit

Akulah dia..
Yang di cari di kejar kanda berkuda
Meraih menjemput dengan segenap jiwa
Menggandeng turun dari jeruji menara
Yang merengkuh memeluk menyemai cinta

 
Namun apa?
Kakanda ku masih belum tiba .

###

Syair : Dalam Dekapmu...

Sekejap saja seperti ini lagi

Menghempas lebur seasanya rapuh ku
Merajah hancur bilik kesepian ku
Meregang kabur lapang kesendirian ku

Memberi ku sedikit ketenangan
Mengajari ku banyak pemahaman
Menggandeng ku mencari kesenangan
Menemani ku dalam syair tangisan

Bak kasih biru yang baru
Penobat dan pengobat kelu pilu hati ku
Di jenjang retakan-retakan cinta
Yang menjadi pelipur hari tanpa dirinya

Kenapa engkau datang?
Di saat aku kehilangan
Di saat aku merelakan

Membiarkan hangat mu melilit sekitar luka
Mengacuh rasa meski tak urung hati ku terbuka

Kenapa engkau datang?
Mendekap aku yang telah usang
Membelai aku yang sudah malang
Menemani aku yang semakin hilang
Inginnya engkau pergi
Inginnya engkau tetap disini
Aku bahkan tak mengerti…

Maaf bila dingin hati ini menyentuhmu
Mengajak kalbumu mendengar rintihan ku
Menyanyi u/ mu luka cinta yang lebam membiru

Mengapa engkau disini?
Mendekap ku…

Membelai ku…
Menemani ku…

Membuat ku berhenti menyalahkan dunia
Membuat ku berhenti meratapi duka
Membuat ku berhenti memikirkan hampa
Membuat ku berhenti mengenang segalanya

Sekejap saja seperti ini lagi

Terlelap dalam dekapmu
Menjadi kasih yang seutuhnya milik mu
Hari ini, besok dan selamanya…

U/ yang terakhir…
Yang menyempurnakan segalanya

###


*U/ yang mencintai ku,
jauh sebelum aku mencintainya  
 My Love, My Valentine… 

Puisi : Kenali Aku Teman

Bila masih …
Petang nanti aku membuta
Merias diri di tebing merana
Menjinjing emas dipalung dusta

Maafkan..
Maafkan..

Raih aku hingga pesisir
Basuh hati ku dari petir
Bangunkan jiwa ku dari getir

Ajak aku pulang kembali
Menggenggam, hidup dalam nyanyian

Mungkin …
Aku mengitar disini
Bersama dan tanpa ada rasa
Menari dan menyanyi untuk kita
Berharap bermimpi semua nyata

Inilah aku..
Dengan separuh hitam separuh putih
Yang berjiwa dan tak punya jiwa
Mengelana di deras alir yang mebabi buta

Maafkan..
Maafkan..

Inilah aku..
Yang nyata dan menjelma
Yang tertawa dan merana
Yang ada dan seperti tak pernah ada

Maafkan..
Yang datang dan kemudian meninggalkan

Bila masih mungkin, Teman
Kita terbang melayang disana
Bersama kalian burung-burung kecil
Dan bersama kumbang yang tak tampak mata
Namun tetap ada

Bila masih mungkin, Teman
Satu detik kau mengenal ku
Dengarkanlah sejenak
Satu kisah tentang diriku
Yang telah mati, dan berlalu


###

Rabu, 26 Oktober 2011

Puisi : Gadis Bertopeng Ku

Lenggang sudah kursi patri di perujung
Tempat kita mebagi dalam derap cakap
Asal kita terpaut dengan hikmat
Kini berhenti berakhir dan kembali tamat

Rasanya baru kemarin
Kita menjatuh sehelai ketapang kering
Ku pungut kau ikut memungut
Ku pandang kau ikut memandang

Sekejap seperti melodi biru yang mendayu
Mendendang rindukan bayangan
Menumbuh semaikan sebiji kecil harapan
Tentang keindahan , tentang kecintaan

Hari itu, aku mulai mencintaimu…

Menjadi sayap di balik punggungmu
Menjadi bayang di setiap alur langkah mu
Tak peduli ku terinjak
Tak peduli ku terumpat

Hari itu kau menerima ku…

Tak ada bisik-bisik durjana
Karena nyatanya kita telah berdua
Kau menjadi penggandeng hati ku
Sedang aku jadi penopang lara mu
Begitu bersama, hingga terangkai cukup lama

Hari itu kau mendiam bisu…

Semula bermulai, hingga semakin ku ragukan
Seakan gurat-gurat mu mulai bernampakkan
Terus menjauh dari bidadari yang ku dambakan
Ada apakah gerangan?

Musim hati terus berganti
Namun cinta ini masih tetap sejati
Jiwa ku terlanjur meminang mu diam-diam
Meski sebatas hakikat durja yang ku sulam
Sebagai pengingat,
Bagaimana aku mencintai mu kemarin
Karena kala itu, aku semakin meragu dalam bimbang…

Hari itu, aku mengernyit dahi…

Menghabiskan waktu hari ini terlalu gagu
Entah kenapa kau seperti tidak kau yang dulu
Bukan lagi si elok yang buat ku jatuh hati
Bukan lagi si manis yang sosoknya bak bidadari
Ada apakah gerangan?

Semakin berlalu sudah kebersamaan
Aku masih dengan pinangan ku dalam diam
Sedang kau mengapa semakin menghilang?
Kau mulai tak tampak seperti kemarin lagi
Yang hatinya ikut memungut ketapang kering

Aku limbung dalam bingung
Hendak bagaimana lagi aku?
Apakah cinta ini mulai meragu pada mu?
Apakah hati ini mulai melayu?
Tapi tampaknya aku masih merindukan dirimu

Hingga suatu hari …

Aku mengajak mu berkelana di tarian laut
Namun kau bilang letih dan ingin segera lelap
Aku menghargaimu, kasih…
Ku izinkan kau tidur dalam pulas
Tak peduli rindu ku yang makin kebas

Saat itu, aku percaya penuh pada mu
Cukuplah angin hampa yang menemani ku
Berjalan dan melangkah dengan irama sayu melagu

Namun tiba-tiba?

Kau!

Sekejap itu, cinta ku kelu dan membisu…

Aku menemui mu melangkah girang yang tak elok
Kau membawa serta remah-remah ranting beringin
Membaur lengking tawa mu dalam komplot boneka kayu
Bukan kah kau bilang ingin lelap?
Tapi nampaknya kau sedang kalap
Kita berpapas. .
Kita bertemu. .
Tapi kau mengacuhkan ku . .

Kau menipu ku kah?
Ini kedustaan yang jelas

Ah, dimana bidadari  ku kemarin?
Benarkah kejujuranmu bersintup di balik dusta?
Jika benar, semua mutlak kesalahan besar

Tapi…
Salah kah aku mencintaimu sejauh ini?
Namun tampaknya cinta ini telah terurai dalam kebencian
Seiring kau yang pergi dan menghilang
Melupakan, meninggalkan ku dengan kenyataan
 
Kau serigala bersapuh domba bagi ku
Yang berselimut mengumpat di balik topeng
Yang di dekat ku hanya mencari teduhan untuk ego mu

Ah…
Harusnya aku meminta satu hal terlebih dahulu
Sebelum aku mencintai mu
Sebelum aku memilih mu

Sebelum kamu mencintai ku
Sebelum kamu memilih ku…


BUKA DULU TOPENG MU, SAYANG!

###

Syair : Karena Aku Merindukan. .

Hentikan itu...
Seperti tentang satu kesempatan ku lagi
Menyeka setapak masa kita
Mengulang sajak makna yang sama

Rindu, Merindu, Merindukan
Lagi...

Sepetik malam ini aku memanggil-manggil
Ingin mendengar bahkan menyesap nyanyian
Hingga lagu yang lenyap
Kehidupan...
Masa depan...

Teringat, Teringat
Lagi...

Mendengarkah isak-isak bisu?
Berdendang sendiri usai di tinggal pergi
Mencari ranting-ranting kawan penyenyak pasi
Sambil berlari iri di telungkup malam mendayu

Mengartikan hina ku di atap seorang
Memahami kesendirian

Maaf, Maafkan...
Masih hari yang sama
Aku menghentak santap sendiri
Mencari mu, memanggil nya, merindukan mereka

Bagaimana aku melangkahi semua?
Bahkan hingga aku masih bersimpuh
Menangkup jemari mengharapkan
Masa kembali...
Waktu berhenti...
Dan mereka belum pergi...

Menimba kasih belai-belai ku
Menyuap ku sebutir gula hati
Menjadi pelindung rekatan keranjang sayang

Bagaimana ini?
Masih di malam yang sama
Tiada beda, hanya aku merindu kembali

Belum... Belum...
Masih belum bisa memberi jalan
Membiarkan mereka pergi meninggalkan

Masih belum bisa . .


###

Selasa, 25 Oktober 2011

Syair : Bagaimana Ini? Jika Seorang itu. . .

Apa kau sudah dengar hal itu?
Tentang seorang yang bernafas dalam kehidupan
Namun nyatanya dia telah mati
Dan seorang itu adalah aku

Bagaimana ini?

Bagaimana jadinya
Jika semakin hari seorang itu semakin mati?
Di himpit getir takutnya tentang esok

Bagaimana jadinya
Jika seorang itu semakin terusik dg kehidupan?
Mengasingkan dirinya di belakang

Bagaimana jadinya
Jika dia semakin kejam?
Menindas dirinya dengan kesepian
Menguhunus orang lain dengan tatap kebencian

Bagaimana ini?
Dia semakin hanyut di kegelapan
Memenjarakan dirinya dengan kebutaan
Melupakan tentang masa depan

Bagaimana ini?
Dia tidak pernah berhenti
Menyanyikan lagu lalu yang suram
Bergairah penuh dendam


Bagaimana jadinya
Jika dia semakin terbang?

Melepas jejak di tanah
Berkisar mencari kenang-kenang kemarin
Yang berlumur nanah
Dan di sembunyikan darah?

Bagaimana ini?
Seorang itu semakin hilang berlalu. .


       ###

Senin, 24 Oktober 2011

Syair : Dikau Pergi Jauh, Selamanya. . .

Dikau...
Memaknainya aku buta
Mengartikannya seribu dilema
Ibarat sayap tak berpasang
Ibarat kasih tanpa sayang

Pergi...
Masa tiba dipermula hari
Aku mendekat mengambil arti
Dikau menjauh membuang makna
Ibarat lumpuh tak berkaki
Ibarat cinta tak berhati

Jauh...
Di sisi ruam aku mengeja
Meniti satu-satu paras kata
Kemarennya usai jauh dikau pulang
Usai pulang dikau menghilang

Selamanya...
Secukup milik pujangga
Arti pelita milik gempita
Sudahlah usai tunggu-menunggu
Karena tak jua dikau terayu
Ku artikan ini akhir
Karena cukup semuanya berakhir

Tidak lagi esok ada tanya
Karena sudah dikau pergi jauh selamanya...

Selamanya..

###


Syair : I Don't Love You. .

Remang letih sesayupan memendar
Mencaci ku dari bilik rembulan hilang
Menuduh.. Membunuh..
Hati ku tercecer di emper
Terendus cinta di selup luka

Sesengguk ku raih
Harapan terpipih

Kisah di teras kesah
Tentang separuh yang rapuh
Bertengger ku dengan angkuh
Terlena ku atas peluh

Bukan aku namanya jika satu
Tanpa jelma milik pelipur lara
Bukan aku namanya jika tersedu
Dihamparan saksi kawan semesta

Tak banyak ingin ku
Hanya berpijak dilembah kusyu'
Pun meraung enggan
Meski cinta tak bertepuk barusan

Bersatu tak diinginkan alam
Tampak hatimu pun kosong lebam
Seperti sempit ruang
Tak dapat kita saling berdendang

Marahkah aku?
Tidak.
Sakit kah aku?
Tidak.

Karena bukan aku yang terlena
Tapi hatiku yang mencinta

Ku jerati cinta ini di angan
Karena hati mu tak boleh di kekang

Cukup sudah cukup hatiku yang berdarah
Jangan poles hatimu pula nanah
Cukup sudah cukup hatiku yang Membatu
Dengan Sajak mu "I Don't Love You"
Ku pendam cinta ini di angan
Karena rasa takkan jua padam
Ku jerati kasih ini di hati
Walau kau sudah beranjak pergi

Dengan sajakmu

"I Don't Love You"


###