Follow Aku yuk . . =3

Baca juga yg ini. .

Senandung di Titian Angin
Jika menulis akan membuatmu lebih baik, maka tulislah. Tulis dengan segala yang layak tertulis, dengan segala yang ingin kau tulis. Untuk dirimu sendiri..

Mengenai Saya

Foto saya
Tentang kecintaan yang sudah habis ku reguk dalam manisnya sebuah angan-angan...

Sabtu, 31 Desember 2011

Cinta itu Buta, Ya?

 Ya, bagi ku cinta memang buta. Terlebih setelah apa yang ku alami kemaren, saat hati ku tengah berbunga atas cinta namun dalam sekejap luruh menjadi luka.
Kemaren adalah hari keenam resminya hubungan ku dengan Dika, pacar dan cinta pertama ku. Karena perasaan rindu yang menggebu-gebu aku rela berbohong pada ibu agar aku bisa di izinkan pergi ke rumah Dika. Aku bilang ada tugas kelompok yang harus di kerjakan. Ibu pun dengan berat hati mengizinkan ku. Sebelumnya sempat terjadi silat lidah antar aku dan ibu. Tapi, itu tidak berlangsung lama. Ibu mengalah dengan diam, mungkin karena melihat ekspresi wajah ku yang sudah tak nyaman di pandang.
Aku pergi ke rumah Dika tanpa ku kabari sebelumnya. Karena memang aku ingin memberi kejutan padanya. Dika tinggal sendiri di sebuah rumah sederhana yang di berikan kedua orang tuanya. Dengan begitu, aku dan Dika tidak pernah cemas dengan hubungan kami yang pastinya akan di tentang orang tua Dika.
Beberapa saat di perjalanan, akhirnya aku pun tiba dalam komplek rumah Dika. Jantung ku berdebar-debar saking girangnya ingin bertemu dengannya. Namun, apa yang terjadi? Aku mendapati  sesuatu yang membuat ku berhenti dalam jarak sekitar dua meter sebelum rumah Dika. Mata ku tak sengaja menangkap pemandangan yang rasanya menghentikan detak jantung dan aliran darah ku seketika.
Dika duduk di teras depan rumahnya sambil merangkul seorang gadis yang tidak aku kenali. Ku perhatikan dengan seksama dan jelas sekali mereka terlihat mesra, bahkan sangat mesra. Dalam sekejap pandangan ku berkaca-kaca dan sepertinya ada sesuatu yang pecah dalam diriku. Mungkin jantungku atau mungkin kepingan hati ku.
Aku tak punya banyak kekuatan untuk lebih lama menyaksikan kemesraan itu. Dengan sigap, ku putar balik motor ku dan meninggalkan rumah Dika secepatnya. Di perjalanan pulang, tak kunjung bosan aku menertawai diri ku sendiri. Aku terus mencoba menata puing-puing hati ku kembali. Sedang otakku, sibuk merangkai kata maaf untuk ibu yang sudah menjadi korban kebutaan ku karena cinta.

###

Jumat, 30 Desember 2011

Puisi: Aku dan Senja yg Mencintainya


Bukan Aku..
Tapi Senja..

Yang mengharu birukan semesta
Mengukir  tulus dalam nestapa cinta
Bertahan pertaruhkan asa
Tuk mengisi  riang disepertiga hampanya

Bukan Aku..
Tapi Senja..

Pemilik rindu yang menggebu-gebu
Pendendang nada di melodi biru
Menarikan pahit jiwa beriring pilu
Disetiap sentuh kasih yang semakin mendayu                              

Bukan Aku..
Tapi Senja..

Hatinya milik malaikat disana
Yang membimbing disetiap rapuh senja
Yang menanti dalam dekap penuh luka
Dan membelai perih penuh cinta

Bukan Aku..
Tapi Senja..

Dimana kasih terpampang putih penyudut senyumnya
Irama lembut awan pun  menyentuh halus kalbunya
Diangannya menghampar wewangian cinta
Yang samarkan nyanyian duka  milik gulita

Bukan Aku..
Tapi Senja..

Dihatinya ada ketulusan cinta..
Dihidupnya ada sang pujangga
Diangannya ada satu cerita

Dimana aku berpijak menjadi Senja
Dan dicintai oleh Malaikat diperbatasan sana..
Dia adalah Senja..
Aku adalah dia..
Aku dan Senja yang mencintainya..

###

Puisi: Takkan Kuat



Kamis, 29 Desember 2011

Syair: Kisahkah itu?

Kisahkah itu?
Dimana Cinta diselubung memantraan berjubah
Kata rindu tertahan dihadap jeruji nan gagah
Ingin mereka apa?
Siapa tahu u/ itu?

Setiap baris yang tertanya
Lambat laun kan pasti melepuh
Menyajikan diam seperti santapan  penuh nikmat

Berontak? Psstt..
Raja rawa pun terkekeh
Sigap dia bersintup memelas masih ingin nafas
Kenapa?
Masih saja kau bertanya. Payah!

Jelas kelamnya setiap sudut yang tak terbak
Entah menyiksa nanti petang
Atau memanja nanti malam

Ditanya, tak ada lisan bisa berucap
Lidah kelu entah takut atau benar tak tahu

Kisahkah itu?
Dalam dekappun masih sempat ada dusta
Setiap belaian ternyata menoreh kebas di ujung nyawa

Rasanya jarum kematian sebentar lagi mendarat
Tepat disini, dilengan ku yang terkulai menanti
Dengan inilah cinta berhasil ku pertahankan
Atas siapa yang bersaksi?
Tentu pilu ini yang bersaksi
Menjanjikan cerah
Dengan cinta yang masih ku genggam
Meski mata ini semakin sayu
Terlalu larut menatap lama remang cairan merah itu
Yang tak jua enggan berhenti mengecer
Sebagai bukti aku tetap bertahan
Atas cinta yang sungguh telah menyatu
Tepat disetiap inci desir darah bahkan nadiku

Kisahkah itu?
Yang akhirnya aku tersungkur
Dengan memar hati tak bisa merengkuhmu lagi .

Syair: Siapa yang Tahu?

Menderu dipelataran senja
Lagi-lagi tentang kehangatannya
Keindahan bahkan eksotisnya
Siapa yang tahu?

Dibaliknya deru angin menghempas pasrah
Menjejak kasar diiringan tabuh hitam
Melodinya haru mengalun
Paparkan jaraknya atas merah ranum

Pun dalam retakannya dia menangis
Ratapi  jelmaannya sekarang ini
Sayang Takkan pasir mengintip
Mengintip saja tidak
Menoleh untuk apa?

Siapa yang tahu ?
Di antara kelembutan itu
Adalah petaka dalam cekalannya
Yang mendesiskan keatas namaan
Yang menatakan dasar kepemilikan

Dimana milik tak lagi bersua
Kesendirian itu ternyata mengutuki
Menjelmakan tertawanya senja
Dibalik senandung bertirai kemarin

Itu pun..
Siapa  yang tahu?
Derita itu halus menyengatnya
Mengajarinya arti dari sebuah arti
Menuturkannya hina dari segumpal yang hina
Sedang ternyata yang tersebut suci itu
Adalah dia yang sesungguhnya...

Siapa yang tahu?
Biru merdu dipampangnya
Amun keruh lesu di simpannya
Ditampaknya nanti
Saat bilur-bilur lemah mulai menapaki
Menjejakkan langkah atas utusan

Siapa yang tahu?
Dibalik keindahan itu yang buram
Dan dibalik kegelapan itu yang indah..

Siapa yang tahu?

###

Rabu, 28 Desember 2011

Puisi: Bersama Aku & Kenyataan ini

Duhai...
Yang mencurai satu-satu rindu
Menghembuskan serpihnya ditepi
Menebarkan lukanya atas perih
Menutur kan melodi yang mulai memipih

Duhai...
Yang meniti dalam irama sepi
Tak henti meringis atas sengatan mimpi
Bertahan dibalik punggung caci maki
Hanya demi mencari yang telah mati..

Duhai...
Yang tersedu mengenang pilu
Mengingat butanya dihalang kelu
Sesekali mengibas  semak berkabut hitam
Mengikisi  ilalang duka yang merenggut legam

Duhai...
Yang menatap duka bergelimpangan
Bak mencacah  irama detak kehidupan
Menjadikan setiap tetes merahnya pemudar dahaga
Menggunakan gumpal yang berdetak sebagai pengganjal harinya

Duhai...
Duhai...
Duhai...

Kemarilah mendekat dengan dukamu
Mari kita artikan kabut itu bersama
Biar dunia lahirkan jalan sepaham itu
Hingga buruk terpejam untuk selamanya

Bangunlah kasih..
Sadarlah semua bagian semu mimpi
Tak ayal gelap malam pun tahu
Kesendirian itu dari palsu kekosonganmu
Dan kini kau disini

Bersama aku dan kenyataan ini...


###



Senin, 26 Desember 2011

Puisi: Memintamu


Memintamu..
Dihelai rindu aku menghamba
Mengemis mengais cinta
Mencari walau sewujud sisa
Aku tetap memuja

Memintamu..
Sebentar saja
Menyusupi kembali syahdu ratap
Bersama dengan ku dengan mu..
Menggerai wewangian tawa
Yang kemarin sempat ternama ada..

Memintamu..
Bertahan dalam lekat mataku
Tersenyum sergah tatapku
Membelai atas piluku
Dan Menjaga dari rapuhku

Memintamu..
Meniti kasih berdua
Merangkai cinta bersama

Memintamu..
Merangkul duka kemarin senja
Membungkam luka yang tak terkira

Untukmu..
Aku meminta..
Sudikah memberi bintang yang terkenang?
Sudikah menjadi bulan untuk penerang?

Disini..
Aku sendiri
Hanya berharap
Dan meminta
Kau jangan pergi
Mengabaikan dan menindasku dengan sepi..

Hanya hatimu
Yang ku pinta..
Masih hanya kamu

Aku meminta..


### 

Minggu, 25 Desember 2011

Syair: Mengemis Cinta

Keruhnya tirai biru bertoreh ungu
Bermandikan lahar berpijarkan cinta
Disana daku mencerca rindu
Dibaliknya daku menarikan sahara

Merah remang tak bertuah
Tercecer ditepian ratap hatiku
Menahan retak pipihan tangis
Yang berserak tampak tak punya daya

Untuknya..
Untukku..

Persembahan anggun dari angin
Yang menderu kadang mereda
Memolesi bilur-bilur gersang
Mendidiknya menjadi ramah mendayu

Untuknya..
Untukku..

Bersatu bersama berseteru
Dalam mihrab yang belum tertuai sempurna
Ditepinya imam dan yang di cinta terbuai
Bersimpuh menggelayut dalam penghambaan bersama..

Untuknya..
Untukku..

Menyatukan cinta di titik yang abadi
Merintis relung menata hingga suci
Membasuhi kerak-kerak muna
Menyingkirkan toreh-toreh kecintaan dunia

Selaksa meraih serbet alam
Menyapu lumuran darah kedengkian hati
Menetesi reramuan kasih
Mewarnai kecintaan dalam kisah hati nan suci..

Untuknya..
Untukku..

Kita..
Kami, bersama..
Masih dengan sedekap rindu
Menebar mengusik keabstrakan dusta
Mengambil sehampar sajadah pualam
Dan bersujud merapatkan kasih pada-Nya..

Ku rengkuh dia..
Bidadari duniaku
Ku ajak kemari menari bersama
Bersenandung dzikir-dzikir merdu dari syurga
Masih dengan bersimpuh di atas sajadah biru
Dalam kebersamaan dua hati

Untuknya..
Untukku..

Kita membalut jiwa menjadi satu
Mengikat tangis milik seirama
Mengikis kehampaan dunia
Bersama mengemis cinta dari-Nya..

Untuknya..
Untukku..

Kita bersama...
Kembali mengemis cinta

###


Jumat, 23 Desember 2011

Syair: Sekedar Berbasa-basi

Sekedar berbasa-basi pada langit
Menjadi pendengar antara deru yang makin menyatu
Ku raih kalam mulai berdendang
Menjajakan seonggok gundah yang tak jua merebah

Sekedar mencercah bosan yang tak bertuah
Menjenjeng tirus hati yang tak terurus
Membaringkan perseteruan di dada malam
Sejenak melepas pilu berkarat sendu

Sekedar menyapa rindu
Yang bertengger gagap saat dia datang
Namun terjatuh suri saat dia pergi, lagi.

Sekedar menjaddahkan semu
Bercerita tentang harap-harap bisu
Mencari nanar dalam gelap nestapa
Hanya berasas tentang dia yang masih ku tunggu

Bersama siapa lagi aku menyenandungkan arti?
Selain pada mu yang telah mati.
Kemana lagi hendak kaki ku berlari?
Selain pada mu yang takkan pernah ada lagi.


Malam ini, Pertama kali aku menunggu, lagi..


###


Puisi: Tahukah Dia?

Tahukah dia?

Aku menghalau kerumunan buta
Menjejer setarakan bisu dunia
Menghadap tantang tulinya gempita
Hingga akhir aku tertatih merana

Tahukah dia?

Baru saja rembulan pudar disini
Dihatiku.
Baru saja lelah menjejalkan sepi
Beruntun hingga kaki ini gagap terjerembab mati
Belum juga kemarin ku temui dia
Si Penawar racun milik semesta

Tahukah dia?

Sejak kemarin senja
Mata ini kalap menatap relung di tepi tatap
Entah duka yang terselip disana
Diam ku tegaskan tak paham
Tapi,

Tahukah dia?

Ku dapati pelangi penitik sudut
Cercahnya menerawang tembus pandangku
Ku temukan taman kecil disana
Sepi memang.
Jelas kosong.
Tapi perpaduannya tetap milik pelangi
Sekali pelangi  tetap pelangi
Didalamnya aku terpana
Temukan penobat kasih yang telah luluh lantak

Tahukah dia?

Aku tersipu atas pelangimu
Boleh ku lihat lagi?
Boleh ku miliki nanti?

Tidak.
Kenapa?
Karena dia tak tahu
Dan takkan pernah tau.

Tahukah dia?

Semua bisikku atas alam
Sebatas hasut ku pada dunia
Berharap mereka takkan pernah tau
Aku menatapmu
Dan pelangi   itu..

Tapi,
Tahukah dia?

Tidak..
Dan Takkan pernah.

###

Rabu, 21 Desember 2011

Syair: Sepucuk Surat dari Senja #1

Salam hangat dari ku, Senja..
U/  Kasihku yg telah hilang, Angin..


Kasihku, Angin..

Bila saja aku punya masa lebih panjang, rasanya ingin sekali mengajak mu menari dalam kerut linang yang dikata gembira. Bila saja malam tak tergesa, rasanya ingin sekali menyenandungkan melodi terindah yang pernah ada.

Namun, maaf kasih ku. Inilah kehidupan. Sang Maha menata semua dengan keadilan. Menempatkan ku pada ketepatan. Dimana aku bersajak diam. Atas alur-alur kehidupan yang di julang dengan penataan.

Maaf Kasihku. Aku hanya dengan kekakuan ku. Tak dapat merengkuh dan memiliki mu lebih. Meski rasanya merah tangis ku menjajah nyaris pecah  saat ku tersapu salam lembut mu, Angin.
Yang terkasih, Angin. Inilah kehidupan. Meski di tepi sana ada saja liku nan meredupkan. Namun tahukah kau? Hatiku tak jua alfa mencarimu, mencintaimu. Meski entah kau akan terlahir kembali. Atau akan tetap mati.

 Tahukah kau yang terkasih, Angin?  Sakit ku disini, telak dihatiku. Hingga kini tak ada yang punya penawar. Mengapa? Karena penawar yang ku butuh hanya ada satu, tepat tersimpan di hatimu. Namun kasih, mungkin aku akan selamanya sekarat. Karena sungguh penawar itu telah kau ikut sertakan dalam lembut kematian yang tak urung  mencabik hati sucimu. Itulah kehidupan kasihku.

Kemarin ku sempat berandai. Ingin rasanya menutup hari bersama cinta yang makin menjadi ini. Melanjutkan pencarian mu dilain alam. Namun apa yang terjadi? Aku lemah kasihku, Angin. Sayup-sayup ku dengar ada bisikan halus yang menyentakku. Seperti desir rindu mu pada ku kemarin di pesisir. Sayangnya hingga kini aku masih ragu. Apa benar kau yang berkata itu kasihku, Angin?

“Kasihku Senja. Kehidupan telah usai dalam penamaan Angin ku. Namun tahukah sayangku, Senja? Cinta yang hanya milikmu ini tak ku ikut sertakan dengan ketiadaanku. Dan tahukah kau sayangku, Senja. Penawar pilu mu kemarin ku titipkan pada yang berhati putih. Carilah dia. Karena ku lihat waktu semakin mendekatkanmu padanya. Belajarlah mencintainya sayangku, Senja. Karena dia bagian dariku pula. Penawar itu ada di hati putihnya. Awan..”

                Begitu yang ku dengar.  Sekali lagi, benarkah itu dari mu kasih ku, Angin? Entahlah..
Maafkan aku yang terkasih, Angin. Aku masih mencari mu dan mencintai mu. Walau hingga kini aku tak dapat merengkuh tuk menangis dalam pelukanmu. Terima kasih, Angin.

Salam kasih dari ku, Senja
Yang selalu menanti kehadiran dalam nyata hidupku..

Salam.

###

Syair: Dengan Kelembutan Dengan Keramahan

Dia...
Yang melukis kerlip baru dalam kalut hari ku
Yang memberi senyum syahdu dari sedih ku
Terlahir dengan segenggam remang senjaku
Menabur  tenang hingga pudar sepiku..

Dia...
Yang mendendangkan Senandung hatinya untuk kesendirianku
Yang merangkaikan syair embunnya untuk gundahku
Memanggili kedamaian hingga penuh berjejalan dijiwaku...
Menghias hingga mengisi ruang hampa dihatiku...

Dia...
Yang bernyanyi menata lagu kasih di pesisir rinduku
Yang menari mengalunkan angan di tepi pantaiku
Menghempaskan asa-asa semu pengusik hariku
Mengusir rapuh dalam setiap mimpi burukku

Dia...
Dengan kelembutannya
Dengan keramahannya

Menjadi putih dalam hitamnya hela nafasku
Penghangat dari dinginnya rerinaian mendungku
Yang mempesona biru langit ku
Menyihir hingga manisnya lukisan alam terbentang untukku

Dia..
Halus dalam setiap lekuk nadanya yang menginspirasiku
Memberiku sayap perak untuk menyentuh anganku
Menari, menyanyi dan melayang bersama dalam imajinasiku
Hingga malam yang kan menutup kisahku

Dia...
Dengan kelembutannya
Dengan keramahannya

-Angin-...-Awan-


###



Senin, 19 Desember 2011

Puisi: Senja Menangis

Senja menangis

Ia bersintup di rerinaian hujan
Meringkuk dalam nestapanya  sendiri
Menjelajah hati yang tersabit mati
Meraih segempal sutra tuk sapuh darahnya tadi

Senja menangis
Manisnya tak tampak lagi sayang
Merahnya tak elok lagi rupawan
Sirna sempurna diiris sembilu
Tersungkur kaku berdendang bisu

Senja menangis
Sendirian..
Berkawan gagak kepiluan
Tanpa Awan..
Terlebih Angin, senandung sang pangeran

Senja menangis
Hatinya bersemilir ungu lagi
Jiwanya bergerayang limbah abu
Eksotisnya terbujur  hampa masih mencari
Sedang Penawarnya berjingkrak di balik semu

Senja menangis
Sendirian..
Berkawan gagak kepiluan

Tanpa Awan
Terlebih Angin, Senandung sang Pangeran


###


Syair: Aku Bukan Senja

Maaf ya...
Aku bukan Senja

Yang manis memadu-padankan pelangi
Merangkai jejamuan sore nan elok
Menahan lunturan kesenjangan
Yang tertatih sangkut di selir hati sang pangeran

Maaf ya...
Aku bukan Senja

Menjadi sebaik-baik pemungut pilu
Pemudar gempita duka yang membisu
Menjadi sebaik-baik pendendang rima
Peniti halus dalam kelam dunia

Maaf ya...
Aku bukan Senja

Yang mampu menyentak duniamu
Menjemputmu di tengah lamunan luka
Yang mampu menggenggam jemarimu
Mengharukan Senandung pembias kata

Maaf ya...
Aku bukan Senja

Sosok yang tak berwujud
Tapi, ada
Sosok yang tak berjasad
Tapi, hidup
Di hatimu..
Di jiwamu..

Maaf ya..
Aku bukan Senja

Yang membubuhkan kasih putih di anganmu
Menyiram hingga subur kecintaanmu
Yang menyinggahi hatimu
Dan menyempurnakan kekosonganmu

Maaf ya..
Aku bukan Senja
Yang sempurna mengasihimu

Lantas,
Aku tetap aku dan tanpamu..

Maaf ya..
Aku bukan Senja
Senja bukan Aku


###


Syair: Sepucuk Surat dari Senja #2

Salam Hangat dari ku, Senja
U/ yg terkasih, Angin

Kasihku, Angin..
Hari ini sendu semai nyanyian siang membatinku. Mengajakku menari di lelangitan alam. Namun tetap tanpa mu. Tidak begitu buruk pikirku. Tapi tetap resah perih hati dengan penantian ku atas mu.

Kasihku, Angin..
Hari ini diam pun membungkam rinduku. Membuatku bisu dengan kepakan masa lalu. Kadang Teringat.. kadang terngiang.. kadang Teralun..
Kau tahu apa itu?
Semua masih saja tentangmu, dan tentang kita.

Kasihku, Angin..
Pilar pilu ini tak kunjung remang. Bertahan dalam melodi rona penantian. Salahkah aku? Sedang kesadaran membisik halus nyatakan ketiadaan.

Kasihku, Angin..
Nampaknya kau merindukan ku sore ini. Seperti Senja yang selalu merindukan kasihnya, Angin. Benarkah tentang kerinduan itu kasih ku?
Semoga saja..

Kasihku, Angin..
Maafkan aku yang masih mencarimu, dan mencintaimu..
Maafkan aku yang sekarang tengah merindumu..

Kasihku, Angin..
Salam rindu penuh penantian u/ mu.

Salam.


-Angin-..-Awan-


###

Sabtu, 17 Desember 2011

Syair: Tentang Senja

Kemari kawan
Aku ingin berdendang
Tentang sesenggukan senja tadi
Yang rasanya buat kebas lelangitan
Kepak sang melayang pun tampaknya sunyi

Ku harap kau bungkam atas narasi ini
Jangan buang kata
Jangan buang cerita
Aku ingin hanya kau

Kawan, kau tau apa?
Ku pilihmu atas naluri ku
Bejatnya kepercayaan ku sembah untuk mu
Mengharap, menginginkan kau mendengarku

Kawan, mari kita mulai
Atas dasar apa sang tangis membahana
Merenggut gemeletuk riangnya Senja
Menjijit sisa-sisa senyum terpunya
Yang jelas rapuh terpisah Angin sang kekasihnya

Kawan,  kemari dengan telingamu
Sesajak kisah akan ku bisik
Padamu, di telingamu
Hanya tentang satu hal
Tentang Senja
Yang barusan tersungkur
Dengan derai bertubi irama

Kemarilah kawan
Ini kenyataan yang Senja tuturkan padaku
Dia ingin ku ungkap salam kasihnya
Yang terangkai dalam rima nan bernada
Membentuk sepeser kalimat penuh cinta

Senja Senandugkan ini
Untukmu..


“You are My Everything To Me. .”


###

Syair: Kasih, Bangunlah..

Terdiam lagi dipelupuk hati
Mendongeng sendiri kenistaan itu
Ku tepuk-tepuk bahu sang kasih
Harap-harap dia terbangun dari mimpi

Manis eloknya kekasih ku tidur
Terpejam dari mendung penataran
Ku belai-belai dia lagi
Harap-harap dia terjaga dari semu bersemi

Kasih..
Ku perhatikan lekuk meski sekedar lembar
Terbuainya diseling senyum dingin nan halus
Inginnya segera kau bangun
Sadari aku ada bertumpu rindu disisi

Duhh..
Aku menangis lagi
Atas perih pedih dipojok sepi
Cabik dedurian atas irama yang lalu
Mendayu masuk titipi kesenduan berspora  pilu

Kekasih..
Ku genggam jemarimu, lagi
Ku jelajahi ruang dingin kaku wajahmu
Membelai.. Membangunkan..
Aku memintamu terjaga sayang
Sekedar ingin kau tahu, Aku disini
Berpijak di atas telapak rindu

Kasih..
Ku rangkul bahumu, lagi
Semai hanyut  jiwa nan rapuh ini menyamar
Ambruk sayu di punggungan lelapmu
Kini rindu atas kita telah menyatu dengan kelu

Kekasih..
Ini  hatiku, ini hatimu
Ini jantungku, ini jantungmu
Dan..
Ini  detakku.. Tanpa detakmu

Kasih..
Kemana detak kita kemarin?
Kau selipkan di tepi mimpi manakah?
Atau benar kau sertai di pemakaman yang lalu?

Kekasih..
Ku tau kau hanya terjerat lelap
Dalam senyap kegelapan malam tentunya

Atas itu, ku bisikkan sajak diinderamu
Berharap.. Dan berharap..
Kau hanya terlelap

Kasih..
Bangunlah..
Sekedar ingin kau tahu
Aku bertumpu rindu menanti terjagamu

Bangunlah...

###


Puisi: Aku Gila Kata

Kata . .kata.. kata..

Habis kata diam bisu aku malu
Ku cari ku kejar tak terjamah pun
Aku diam mati di kaki sepi

Kata. . kata. . kata..
Buta aku ingin melukis
Tuli aku ingin berdendang
Ku kosong hampa dengan diam

Tak bisa ku merangkai
Yang tampak nyata abstrak
Tak ada cinta
Ini kosong
Aku kosong
Itu kosong

Kata.. kata.. kata
Aku bisu.
Aku buta.
Aku tuli.

Tanpa kata.

Aku mati tanpa kata
Aku bosan
Ingin menangisi kata
Tapi kata tak ada

Kata.
Angan ku lumpuh
Aku ingin menangis, kata
Sudahlah..
Menari saja aku
Menggiring senyapku, kata
Ku kitari hitam mencarimu, kata
Ku jejali putih membongkarmu, kata

Kau hilang, kata
Sudahlah..
Aku menari saja
Dengan gaun dan tatanan hitam

Kata..kata..kata..

Sudahlah..
Aku menari saja, kata
Dengan dentingan kotak tangis
Dengan nyanyian  kosong  yang legam

Kata.. kata.. kata

Kali ini aku gila, kata..


###